StudioRaga.com – Bandung yang dikenal sebagai kota yang menghasilkan seniman “yang berpikir” seharusnya juga menghasilkan pelukis – pelukis yang mampu memicu wacana seni lukis kontemporer. Di era seni kontemporer, wacana seni rupa memang dihasilkan melalui kolaborasi antara seniman dengan para pemikirnya, seperti kurator,kritikus sejarahwan seni dan cerdik pandi lainnya seperti budayawan, filsuf, sejarahwan, sosiolog, antropolog, psikolog dan lainnya. Sayangnya para cerdik cendikia belum tertarik mengamati seni rupa. Bagiamanapun, kekuatan gagasan dan pemikiran seni lukis kontemporer harus di mulai dari para senimannya (sebagai kreator utama), yang akan memicu agen – agen lainnya. Usaha itu lah yang ingin di sajikan di Bandung painting today 2024.
Penulis datang H- 2 dari penutupan pameran Bandung Painting Today yang di selenggarakan di Grey Art Gallery, jalan Braga.
Berada di atmosfer bangunan kolonial yang tampak sederhana pada saat memasuki Grey Art Gallery, yang langsung di temui pada saat memasuki ialah karya lukisan pak Tisna, berwarna hitam dan putih yang menggelitik merespon fenomena pasangan presiden terpilih tentang program makan siang gratisnya. Syarat emosional dan juga “in your face attitude” lugas dan tegas menanggapi fenomena program dan juga tindak tanduk presiden terpilih tahun 2024 yang insyallah pada akhir tahun 2024 ini akan di lantik juga sekaligus foto pasangan pemimpin tersebut akan mengisi kantor – kantor, sekolah – sekolah mengenakan baju jas kemeja putih dan mungkin kopeah khas dan sangat template “presiden terpilih” melalui konstituen dan demokrasi, katanya.
Penulis tidaklah mengahadiri pembukaan pameran, artist talk serta diskusi pada saat pembahasan wacana pameran Bandung art today, selain berkorespondensi dengan kurator pameran Bandung Art Today Bapak Asmudjo J Irianto, penulis juga menonton diskusi serta pembukaan pameran melalui kanal youtube yang merekam kejadian tersebut. Penulis menangkap kesan plularism dari para pelukis yang ikut serta dalam pameran Bandung Painting Today, mulai dari jumlah pelukis yang ikut serta hingga genre dari para pelukis yang coba di klasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi, seni lukis tradisi, seni lukis abstract, seni lukis realism, figurative, expresionism, landscape, expanded painting, pop culture.
Dimana terdapat suatu terminologi yang mendikotomikan seni rupa menjadi high art dan low art, dimana berdasarkan sejarah dan perjalanan panah waktu melewati zaman ke zaman, lukisan (painting) berhasil untuk di tasbihkan sebagai suatu medium yang memiliki nilai, merangkum gagasan serta filsafat sejak zaman reinaissance, mampu melewati zaman post modern, hingga saat ini di seni kontemporer. Mampu bertahan di zaman teknologi dan digital dimana lukisan sebagai suatu obyek singular atau hasil buah karya indeks tangan seniman makin memiliki daya tarik nya sendiri dari berbagai aspek khususnya untuk “Pasar”.
Melalui Karya – karya yang penulis saksikan di Bandung Painting Today memperlihatkan sebaran gagasan yang plural. Gagasan pada karya dan bagaimana konstetasinya dapat terbentuk menemukan hal tersebut. Tentu memerlukan pengamatan dan pemahaman melalui pembacaan komponen – komponen medan seni rupa, produksi pengetahuan, perkembangan infrastruktur, serta pertumbuhan pasar. Lugas pak Asmudjo Irianto katakan.
Pengalaman menarik dan sebuah usaha pemetaan dan melemparkan suatu wacana seni rupa kontemporer yang di sematkan dalam Pameran Bandung Painting Today, sebagai seorang awam yang berkecimpung di dunia kedokeran dan applied art and science “Art Therapy” saya mendapatkan tilikan (insight) bagaimana perkembangan seni rupa kontemporer khusnya kota Bandung berproses dan terus mencari bentuk – bentuknya di saat ini dan masa – masa mendatang.